CERPEN ")

TTM (Teman tapi Musuh) Aku Liliyana (orang-orang sering panggil aku Butet), seorang gadis tomboy di kampungku. Orang-orang, banyak yang mengucilkan aku. Bahkan teman dekatku pun ikut-ikutan membenciku. Mungkin karena aku tomboy atau entah kenapa aku juga tidak tahu. Aku hidup di desa bersama keluargaku. Aku adalah anak bungsu dari 5 bersaudara dan merupakan anak perempuan satu-satunya dikeluargaku. Karena semua saudaraku laki-laki semua, aku jadi tomboy. Waktu kecil aku tidak pernah bermain dengan teman perempuan, rata-rata temanku adalah teman kakakku juga. Waktu itu adalah musim berlangsungnya Thomas dan Uber cup. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa bahkan bapak-bapak di kampungku pada demam main bulu tangkis. Hanya ibu-ibu saja yang tidak kecanduan bulu tangkis, entah karena malu atau sibuk mengurus rumah tangga setiap di ajak main ibu-ibu selalu banyak alasan, kadang sibuklah, takut nanti anaknya nangis atau alasan lainnya. Ibu-ibu lebih suka jadi penonton dari pada main. Dari keempat kakakku, aku lebih akrab dengan kakakku yang ketiga, namanya Alvent. Tapi orang-orang pada manggil pepen. Aku suka dengan kak Pepen karena dialah yang sering mengajak aku bermain, ketimbang kakak-kakakku yang lain yang bisanya hanya ngerjain dan menjahilin aku. Mungkin karena aku anak paling kecil sendiri di rumah, aku dijadikan objek kejahilin mereka. Mereka belum puas ngejahilin, kalau aku belum nangis atau ibu marah-marah. Baru kalau udah dengar omelan ibu atau ayah mereka pada berhenti dan kabur dari rumah. Eh, malah aku yang jadi sasaran omelan ibu. Tidak tahu apa yach, udah jatuh tertimpa tangga pula. Orang aku yang dijahilin, kenapa aku juga yang diomelin. *** Malam minggu sehabis magrib, kak Pepen mengajakku pergi ke balai desa. Tapi dengan syarat aku disuruh pinjem raket dulu. Sebel dech rasanya jadi anak bungsu apalagi perempuan satu-satunya. Yang ada, selalu jadi kacung buat kakak-kakaknya, “Tet, ntar malam ikut ke balai desa yuk, kita latihan badminton dengan anak-anak dari kampung lain.” Ajak kak Pepen. “Serius kak? Aku mau banget. Heheheh ” Jawab ku. “Tapi ada syaratnya, kamu harus pinjem raket di rumah Om Ricky. Aku tadi udah bilang ma Om Ricky, nah kamu tinggal ambil saja di sana. Itu kalau kamu mau ikut, kalau tidak mau ngambilin ya tidak usah ikut!” Tantang kak Pepen. “Jahat banget sih jadi kakak, ngajak-ngajak kalo ada maunya aja, kalo gak da maunya kabur dech, sampai-sampai aku bingung nyarinya.” Jawabku ketus. Untuk mengisi malam minggu yang biasanya selalu kelabu, aku turuti keinginan Kak Pepen meminjam raket di rumah Om Ricky. Setelah ba’da isya kami pun berangkat ke balai desa. Baru setengah perjalanan menuju balai desa, teman-temanku dan bapak-bapak pada memojokkan aku, mereka bilang orang tua ku tidak bisa mendidik anak, perempuan tidak bener, salah jenis kelamin, permpuan jadi-jadian dll. Beruntung Kak Pepen selalu membelaku. Kak Pepen juga menyuruhku yang sabar dan tidak perlu mendengarkan apa kata orang. “Huft, tahu gini Kak, aku gak ikut, masa latihan badminton, ceweknya cuma aku doang. Udah gitu orang-orang pada ngata-ngatain aku lagi”. Kesal ku. “Tet, apa yang mereka pikiran tu belum tentu sama dengan pikiran kamu, udah biarin aja mereka. Ngasih makan aja tidak, buat apa dipikirin?” Jawab kak Pepen. enar juga apa yang diomongin Kak Pepen, buat apa ngurusin omongan orang tidak ada manfaatnya. Yang penting aku nyaman dan senang. Walaupun aku sering di kerjain dan dijahilin sama kakak-kakakku, tapi mereka selalu mendukungku, pikirku dalam hati. Malam ini aku bertanding melawan kakakku sendiri. Dibilang bertanding aku dan kakakku belum jago main bulu tangkis, dibilang latihan udah ada penskorannya. Bingung mau menyebutnya. Yes, akhirnya aku menang lawan kakakku. Pointku 21-19. Waktu mau ganti lapangan alias set kedua, aku pergi ketoilet dulu dengan lari secepat mungkin karena tidak betah menahan pipis yang sudah ditahan sejak pertandingan berlangsung. Karena terburu-buru, aku menabrak seseorang. Tanpa minta maaf aku terus aja lari. Setelah keluar dari toilet, aku kaget. Tiba-tiba ada orang yang menyiram aku dengan air. Aku terlalu kecil untuk memarahinya, tapi dengan modal tomboyku ini keberanikan membela diriku. “Dasar pengecut, bedebah, beraninya sama anak kecil, perempuan lagi.” Bentak aku. Tiba-tiba sosok orang yang menyiram aku muncul dari balik tembok. Gantian dia yang memarahiku. “Dasar gadis songong, tomboy, tidak pernah diajari sopan-santun pa sama keluargamu? Udah tau salah, tidak minta maaf, malah kabur, sekarang marah-marah. Anak mana sih lu?? Kok ada ya gadis seperti lu di desa sini??? Balas pemuda yang aku tabrak tadi. Tanpa babibu, aku langsung pergi dan melanjutkan latihan bermain bulu tangkis dengan kakakku. Tapi sayang, sesampai di tempat latihan, kakakku udah bermain dengan orang yang aku tabrak tadi. Malahan yang ada, aku ditertawain sama orang-orang, gara-gara aku basah kuyup. Setelah setengah main, aku menghampiri kakakku. Aku pamitan kepada kakakku, buat pulang dan ganti baju. **** Sesampai di rumah, ibu memarahiku. Aku dibilang tidak tahu diri, perempuan liar dll. Aku langsung masuk kamar dan menangis. Aku merasa aku ini bukan anak ibuku. Setiap ada masalah ibuku selalu memarahiku. Sepertinya yang terbersit di benak ibu aku ini penuh dengan kesalahan. Setiap kena marah, orang yang bisa menghiburku hanyalah kak pepen, dialah yang selalu membelaku. Malam ini aku sangat membutuhkan kak Pepen agar bisa membela dan menghiburku. Namun, malam ini kak Pepen tidak pulang ke rumah. Malam ini benar-benar malam yang sangat menyedihkan bagiku. Udah dikatai yang tidak-tidak, dimarahi orang, di gebyur sampai basah kuyup pulang-pulang dimarahi orang tua. Pagi-pagi setelah sholat subuh, aku tidak keluar kamar. Aku pura-pura tidur lagi. Aku merasa kesal dengan sifat orang tuaku yang memarahiku semalam. Tiba-tiba dari balik jendela aku mendengar orang-orang pada membicarakan aku. Mungkin ini alasan ibuku memarahiku semalam. Aku memang aneh dari gadis-gadis seumuranku di kampungku. Aku lebih suka bermain sama cowok, aku juga suka bermain dengan permainan yang biasa dilakukan oleh cowok. Untuk menghibur pikiranku yang sedang kacau, aku pergi memancing sendirian. Aku berdandan ala cowok memakai topi dan jaket agar orang-orang tidak mengenaliku. Saat menanti ikan menyangkut di kailku aku melamun, membayangkan jika sudah besar nanti. Tiba-tiba kailku bergerak-gerak aku mendapatkan ikan. Ku tarik senarnya, tapi sayang sehabis latihan semalam perutku belum terisi makanan secuilpun, aku tidak kuat menariknya. Beruntung ada orang yang mau membantuku menarik senar pancing. Akhirnya seekor ikan yang cukup besar berhasil aku tangkap. Ku ucapkan terimakasih kepada orang yang telah membantuku. Orang yang membantuku menarik senar kaget, begitu mengetahui suaraku cewek. Ku tatap wajahnya dan aku pun juga tersentak kaget. Ternyata orang yang membantuku adalah orang yang aku tabrak semalam. Sebenarnya aku mau meminta maaf dan memperkenalkan diriku. Tapi setelah melihatku, orang itu langsung pergi meninggalkan aku. Setelah agak tenang pikiranku, aku memutuskan untuk pulang. Sesampai di teras rumah, ayahku sudah mondar-mandir di depan pintu. Sedangkan kakak-kakakku mencari aku. Aku tidak berani masuk rumah, takut dimarahi. Terbersit pula dalam benakku, kalau aku tidak masuk rumah suasana bakal tambah semakin parah. Akhirnya aku putuskan untuk pulang ke rumah. Sesampai di teras, ayah langsung menampar aku. “Anak kurang ajar, belum cukup apa membuat orang tuamu kurus, belum cukup membuat ibumu menangis semalam?” bentak ayahku. “Ayah, seharusnya yang menangis semalam itu aku, bukan ibu. Pulang latihan aku dimarahi, waktu sholat subuh aku dicuekin, kalau memang aku bukan anak kalian, kenapa juga aku harus dibesarkan kalian?” jawabku sambil menangis. “Anak tidak tahu diuntung!!” sambil menampar wajahku lagi. Melihat anaknya yang sedang dimarahi oleh suaminya, ibuku mendekati aku dan memelukku. Ibuku mencium aku dan meminta maaf padaku. Aku pun meminta maaf kepada ibuku. Akhirnya kami sekeluarga berkumpul dan menyelesaikan masalah sepele ini. Usut punya usut orang tuaku memarahiku semalam, gara-gara ada orang yang memberitahunya kalau aku tadi malam ikut laihan badminton dan berkelahi dengan warga kampung sebelah. Dari sinilah aku juga tahu kalau orang yang aku tabrak semalam bernama Hendra. Setelah Kak Pepen menjelaskan kejadian yang sebenarnya. “Pokoknya aku mau kamu itu jadi perempuan yang sesungguhnya. Harus selalu memakai rok, bergaul dengan gadis-gadis yang lain dan berdandan.” Celoteh ayahku. “Ayah aku tidak bisa berubah secepat itu Yah, semua itu butuh proses. Biarlah waktu yang menjawabnya.” Jawab ku. “kamu itu masih terlalu kecil, kamu tidak usah menceramahi ayahmu ini. Ayah udah banyak makan asam garam kehidupan.” Jawab ayah. “Sudah-sudah, Ibu pusing dengar kalian pada ribut. Ayah ngalah dong sama anak. Yana, dari kelima anak ibu cuma kamu doang yang selalu bikin ribut, kalau dinasehati selalu aja menjawab. Ibu mohon kalian tenang. Dalam satu keluarga harus saling mendukung satu sama lain.” Nasihat ibu panjang kali lebar (sama dengan luas persegi panjang). **** Hari senin, siswa-siswi SMP Tunas Bangsa mengadakan upacara bendera. Semua khidmat mengikuti upacara sampai selesai. Setelah upacara selesai seperti biasa anak-anak disuruh berkumpul dihalaman untuk mendengarkan pengumuman. Dan pengumuman pada hari ini adalah ada anak pindahan dari SMP Suka Makmur. Usut punya usut ada yang bilang kalau anak pindahan tersebut adalah seorang atlet badminton. Dia rela pindah sekolah karena di sekolah yang dulu belum ada lapangan khusus badminton. Waktu guru mengumumkan anak baru tersebut, aku kaget setelah mendengar namanya Hendra Setiawan. Pikiranku kacau, sekarang aku harus satu sekolahan dengan musuhku. Tapi untungnya, dia adalah kakak kelasku. Sekarang dia duduk di kelas IX, sedangkan aku duduk di kelas VIII. Di awal dia masuk sekolah SMP Tunas Bangsa siswa-siswi biasa saja alias cuek-cuek saja. Namun, setelah mengetahui kalau dia atlet, bahkan pernah dapat juara Sirkuit Nasional Djarum, anak-anak pada ngefans sama Hendra. Kecuali aku, sekuku hitampun tak ada rasa simpatiku terhadap Hendra. Sebisa mungkin aku menghindari Hendra. Aku tidak ingin kejadian di malam minggu saat latihan di balai desa terulang lagi. Semenjak Hendra sekolah di SMP Tunas Bangsa hidupku seperti main kucing-kucingan dan aku yang jadi tikus, Hendra yang jadi kucingnya. Setiap mau ketemu aku harus ngumpet. Dan itu hampir berjalan selama satu semester. **** Ujian semester ganjil telah berakhir. Seperti biasa SMP Tunas Bangsa selalu mengadakan kelas meeting dengan mengadakan lomba antar kelas. Salah satu yang dilombakan adalah bulu tangkis. Pak Rosimin, wali kelasku, mempercayaiku mewakili kelas VIII D untuk lomba tepok bulu. Aku berusaha menolaknya, tapi Pak Rosimin dan teman-teman mempercayaiku untuk mewakilinya. Berbagai alasan telah aku coba agar aku tidak ikut lomba bultang, tapi teman-teman masih saja maksa. Terlintas di benakku aku tidak akan sekolah dengan berpura-pura sakit saat lomba bultang diadakan. Tapi naas, lomba bultang diajukan saat ini juga. “Mampus gw, kenapa sich nasib baik tidak berpihak kepadaku?” Batinku dalam hati. Dan lomba penyisihan pun dimulai. Hendra mewakili kelas IX A dimana ia dinyatakan lulus tanpa harus ikut babak kualifikasi. Ternyata yang ikut lomba bultang hanya 5 kelas saja yaitu kelas VII C, VIII B, VIII D, VIII E, IX A. Kelas VII C bertanding melawan VIII B, sedangkan VIII D melawan VIII E. Pada babak penyisihan kelas VII C menang dan harus tanding melawan kelas VIII D yang menang melawan kelas VIII E. Sorak sorai murid-murid membahana menyemangati atlet gadungan kebanggaan mereka. Pertandingan pun berlangsung sengit antara VII C vs VIII D. Permainan pun harus mengalami rubber dengan skor VII C vs VIII D yaitu 21-19, 22-24 dan 18-21. Akhirnya permainanpun berakhir dengan kemenanganku. Saat babak final aku harus bertemu dengan Hendra. Di sekolahku pertandingan bultang antara putra dan putri dianggap sama (yaiyalah orang aku(Liliyana) juga tomboy, jadi lawan main ku adalah beda jenis kelamin. Saat babak final VIII D vs IX A aku memutuskan untuk walk off dengan alasan sakit. Tetapi alasan itu ditolak oleh panitia kelas meeting. Aku sempat menunda pertandingan selama 1 jam lebih. Tiba-tiba guru olahraga sekaligus wali kelasku, Pak Rosimin, menemuiku dan memberiku nasihat. Dari nasihat itu aku pun bersedia melanjutkan permainan. Aku berfikir suporterku tidak ada, karena mereka pasti lebih condong kepada Hendra yang merupakan atlet bultang junior. Ketika memasuki audit tempat berlangsungnya lomba aku kaget. Semua teriak memanggil namaku. “Ci butet, Butet, Butet, Butet........ Yana.... semangat, kamu pasti bisaaaaaaaaaaa.......” teriak suporter bulutangkis fanatik SMP Tunas Bangsa.*teriaknya menandingi saat seagames @Tendor (tenis indoor senayan)*#lebay Saat permainan berlangsung, aku tidak memikirkan siapa lawanku, yang penting aku bermain all out. Aku tidak menginginkan kemenangan. Bahkan harapanku saat itu adalah mengakhiri pertandingan tersebut dengan segera. Aku akan membiarkan apa kata suporter bila bertandingan bertandingan berakhir dengan skor telak 21-0. Dan pastinya aku akan memecah telur tersebut sesampai di rumah. Tapi apa yang aku fikirkan berbeda.permaianan berlangsung lama karena selalu rally-rally panjang dan pada saat pertandingan berakhir skornya adalah 20-22, 24-26 untuk Liliyana vs Hendra. Aku menyalami Hendra duluan. Bersyukur dia juga mau menyalamiku. Mungkin sebenarnya dia tidak mau bersalaman denganku, tapi karena sportivitas kali dia mau bersalaman denganku. (hehehe su’udzon) Setelah permainan berakhir, aku segera mengemasi barang-barangku dan segera pergi meninggalkan lapangan. Ku kembalikan semua alat-alat yang ku gunakan tadi ke ruang lab olahraga. Aku terkaget, ketika Hendra berada di belakangku. Tanpa banyak cakap alias basa-basi aku langsung menuju ruang kelas. “Tet, Butet....” teriak Hendra padaku. Tanpa memalingkan wajah, aku langsung kabur ke ruang kelas berkemas-kemas dan berniat mau bolos sekolah. Ku samperin Pak Rosimin yang sedang di lapangan menjadi juri bola voli. Aku berniat pamitan setelah kelelahan bermain bultang. “Pak, Butet mau minta izin pulang Pak, Butet udah kelelahan.” Sambil memasang wajah memelas. “Butet, tidak seperti biasanya kamu seperti ini. Biasanya kamu paling semangat, ini malah teman-temanmu yang semangat, kamu sendiri malah down?” jawab Pak Rosimin. “Tapi, aku bener-bener capek banget hari ini. Ayolah izinkan aku buat pulang.” Melas aku lagi. “Ntar kelas kamu tanding voli, kamu tidak mau meramaikan? Biasanya kelas kamu selalu juara, kamu gak rugi kalo kelas kamu kalah?” balas Pak Rosimin. “Tadi juga udah kalah pak. Kalah menang kan hal yang wajar dalam permainan.” Jawab ku ketus sambil meninggalkan Pak Rosimin. Tanpa babibu aku langsung pulang ke rumah. Untung pintu gerbang di buka dan satpam juga tidak ada. Aku langsung lari mencari angkot. Beruntung angkot datangnya cepat. Di dalam angkot, aku merasa kesal sendiri, ngapain juga aku harus pamitan tadi sama Pak Rosimin. Sesampai di rumah aku langsung tepar. Sambil menunggu ayah dan ibuku pulang kerja. Ayahku seorang guru SD, sedangkan Ibuku bekerja di pasar. Kami tinggal dan hidup serba pas-pasan. Bersyukur aku selalu dapat beasiswa. Jadi bisa meringankan biaya pengeluaran keluargaku. **** Kelas VIII D putri hari ini bertanding voli dengan kelas VIII C putri. Namun sebelum bertanding anak-anak pada kebingungan mencari aku. Sampai-sampai ada yang panik dan melaporkan kepada kepala sekolah. Akhirnya satu sekolah gempar mencari aku. Tanpa terkecuali Hendra Setiawan. Akhirnya kelas meeting di SMP Tunas Bangsa dihentikan. Sebelum pulang sekolah, Hendra menghampiri Vita, teman aku. Hendra bertanya-tanya tentang aku. Eh, anak-anak ga jawab pertanyaan dari Hendra, yang ada mereka pada mengagumi sosok Hendra. Hendra memang cool sih, selain atlet, dia juga dikaruniai tubuh yang proporsional, tinggi bersih dan wajah yang tampan. Pantas kalau cewek-cewek SMP Tunas Bangsa pada nge-fans sama Hendra. Vokalis Ungu dan peterpen pun (Pasha dan Ariel) beuh lewat, masih tampan Ko Hendra (tapi di mata Be el palagi dimata Sansan(istri ko Hen), lok dimata adel n Lun May yach gantengan pasha n ariel). Apalagi vokalis d’masiv dan killing me inside tak ada bandingannya pokoke. (yang merasa, i’m sorry. Ini faktor kesengajaan hwakakaka) Sia-sia juga Hendra nyamperin teman-temanku. Akhirnya dia putuskan untuk bertanya ke Pak Rosimin. Setelah mendapat jawaban dari Pak Rosimin, Hendra pun langsung pulang. Dia ayunkan sepedanya dan setelah beberapa menit sudah tidak terlihat. Seperti biasa Hendra tidak langsung pulang ke rumah, melainkan ke badminton training center PB Tangkas Alfamart. (Iklan). **** “Assalamu’alaikum,” ayahku mengucapkan salam sepulang dari mengajar. Ku bukakan pintu untuk ayahku, ku cium tangan kasar ayahku. Aku langsung masuk ke dalam dan membuatkan minuman buat ayahku tersayang. Melihat perubahan dalam diriku, ayahku hanya tersenyum. “Coba anak ayah dari dulu seperti ini, Ibumu tidak repot..........” Ledek ayahku. Belum selesai ayah meledek, aku langsung menjawab “Dan kita juga tidak pernah bertengkar khan Yah?” “Kamu ini bisa aja.” Jawab ayahku sambil mencubit pipiku yang chabi. Aku masuk kamar untuk berfikir bagaimana caranya aku bilang sama orang tua untuk pindah sekolah. Terlintas dalam benakku, yang terpenting aku harus berubah menjadi lebih baik dan tidak tomboy lagi. Begitu ibu pulang langsung aku cium tangannya dan membuatkan minuman. Ku ajak ibuku bercerita mengenai pekerjaannnya di pasar sambil memijat tubuhnya yang lelah. Ayahku ikut-ikutan duduk di samping aku dan ibu. Ayah memuji-muji aku di depan ibu. Ibu menyuruh aku berhenti mijitinnya. Beliau langsung mandi dan menjalankan sholat ashar. Menjelang magrib seperti biasa, keluarga ku selalu berkumpul sekedar bercerita aktivitas tadi. Giliran aku yang bercerita, aku bilang kepada ayah, ibu dan kakakku maksud aku ingin pindah sekolah. Semua anggota keluarga tersentak kaget. “Ayah, Ibu aku ingin pindah sekolah. Aku sudah tidak nyaman lagi di sekolah ku sekarang. Teman-temanku tidak ada yang asyik. Guru-gurunya juga nyebelin semua. Izinkan aku pindah sekolah ya Yah, Bu?” Dengan wajah memelas. “Yana, emang kamu punya teman? Bukannya tiap main kamu selalu sendiri, kamu terlalu asyik dengan duniamu sendiri.?” Ledek kak Nova (kakakku yang no.2) “Ayah, Ibu, Yana janji kalo Yana diijinin pindah sekolah, Yana bakal berubah. Yana tidak akan jadi anak tomboy lagi, Yana juga janji akan lebih sayang ma Ayah dan Ibu.” Rayu aku kepada kedua orang tuaku. “Yana pindah sekolah itu tidak mudah, butuh biaya banyak. Gaji Ayah sama penghasilan Ibumu hanya cukup buat makan kita sehari-hari, bersyukur anak-anak Ayah pandai-pandai semua. Jadi, Ayah tidak terlalu banyak mengeluarkan uang buat nyekolahin kalian.” Jawab ayahku. “Yana, bener kamu pingin pindah sekolah? Kamu tidak betah dengan teman dan guru-guru kamu? Kenapa kamu baru ngomong sekarang? Yaudah ibu sama ayah mau jawab besok ya? Ibu sama Ayah mau mikir dulu. Sudah sekarang kita makan dulu baru sholat berjamaah. Tapi ingat Yana kamu besok tetep harus sekolah.” Jelas ibuku dengan bijaksana. Setelah sholat, aku berdoa mudah-mudahan orang tuaku mengizinkan aku pindah sekolah. Malam makin larut aku pun tertidur pulas. Tiba-tiba HP ku berbunyi ada sms masuk. Ternyata sms tersebut dari teman-temanku. “Butet, tega amat kamu tadi, anak-anak 1 skul pada nyari kamu, dikira kamu hilang. Lagian kamu juga kejam setelah main tepok bulu kita harus tanding voli. Biasanya kamu semangat ikut lomba, tapi kenapa tadi menghilang?” Dengan singkat aku balas semua smsnya “Sory teman-teman semua, akhir-akhir ini aku lagi galau, aku tidak ingin diganggu.” Dari pada bikin emosi kuputuskan menonaktikan hp, tapi belum sempat aku matikan ada sms masuk. Ku buka inbox dalam hpku bunyi seperti ini “Li, aku baru tahu kalo sebenarnya namamu Liliyana, aku juga baru tahu kalo ternyata kita satu skul. Ohya tadi permainanmu bagus, aku salut padamu.” tanpa dia menyebutkan namanya. Namun, aku tahu kalo sebenarnya yang sms aku itu si Hendra. Ku biarkan sms itu tanpa aku balas dan ku nonaktifkan HPku. **** Dari habis subuh kusibukkan diriku membantu ibuku di dapur. Dari kecil aku jarang banget membantu pekerjaan rumah, aku lebih suka ikut kakakku yang pertama di bengkel. Setelah pekerjaan selesai, seperti biasa sarapan tiap hariku selain nasi ya diomelin sama bonyok. Gara-gara sudah siang aku belum siap-siap berangkat ke sekolah. Ku rayu ibuku, kalau hari ini tidak ada kegiatan dan kuputuskan ikut ibuku ke pasar. Ibuku menolaknya, aku dipaksa tetap sekolah. Beruntung ayahku mendengar, ayah mengijinkan aku ikut bantu ibu di pasar. Selama 13 tahun aku hidup, aku belum pernah bantu ibu di pasar. Aku bingung mau pakai baju apa, aku tidak punya baju cewek, akhirnya ku putuskan memakai kaos lengan pendek dengan celana jeans. Sesampai di pasar, ibu-ibu terkagum-kagum melihat penampilanku. Aku menjadi sosok pembicaraan di pasar hari ini. Hahaha artis pasar. Ternyata bekerja di pasar repot juga, aku salut kepada ibuku, yang berjuang keras untuk menghidupi anak-anaknya. **** Sementara aku sibuk di pasar, anak-anak SMP Tunas Bangsa masih ribut mencari aku. Yang paling panik mencari aku adalah Pak Rosimin, Vita dan teman-teman kelas VIII D. Akhirnya melalui perwakilan, Pak Rosimin, Vita dan Greysia yang menjenguk aku ke rumah. Namun naas bagi mereka. Rumahku terkunci. Rumahku memang selalu sepi saat hari-hari kerja, rumah ramai waktu sore dan hari minggu. Pak Rosimin, Vita dan Greysia akhirnya kembali ke sekolah lagi dengan tangan kosong. **** Sore hari, waktu yang aku tunggu-tunggu. Aku menunggu jawaban dari ayah dan ibuku. Kami berkumpul diruang tengah, ibu mulai pembicaan. Aku diijinkan pindah sekolah. Mendengar ibu mengijinkan itu, ku langsung memeluk ibuku. Tiba-tiba ayahku menambahi lagi kalau aku diizinkan pindah skul setelah aku lulus ujian kelas IX. Aku langsung kaget, aku membalas lelucon itu dengan nada emosi. Aku bilang ke ayah, tidak ada bedanya kalau aku harus pindah skul setelah aku lulus nanti. Dan aku juga mengancam akan lebih berontak lagi. Namun ancaman ini hanya sebagai bahan tertawaan keluargaku saja kesal rasanya. Ku aktifkan ponsel ku dan waw hp ku berbunyi terus, banyak banget sms yang masuk. Dengan sabar aku baca sms satu persatu. Namun, tak ada satu pun sms yang aku balas. **** Pintu kamarku diketok-ketok terus oleh kakakku. Mereka geger membangunkan aku. Padahal sudah dari tadi aku bangun. Ku tutup telingaku rapat-rapat dan aku pun menyiapkan pakaian kebanggaanku, pakaian olah raga. Pukul 06.30 aku keluar dengan pakaian sekolah rapi. Ketika aku keluar, semua anggota keluargaku malah menertawakan aku, mereka meledek aku kalau sekarang tambah jorok, berangkat sekolah tidak mandi. Biarlah anjing menggonggong kafilah berlalu, jawabku. Aku ikut sarapan bersama dengan agak malu juga, setelah kemarin dipermalukan ayah dan ibuku. Selesai sarapan aku ambil botol minuman ku penuhi dengan air putih, lalu aku ambil tempat nasi ku penuhi tempat nasi dengan nasi lengkap sayur dan lauk-pauknya. Aku langsung berpamitan dengan ayah dan ibu, tak lupa semua kakak-kakakku juga ku cium tangannya. “Ayah, Ibu, berangkat dulu.” Teriakku sambil mengeluarkan sepeda dari garasi. Tiba-tiba ibu mendekatiku, memberikan aku uang jajan yang lebih, sebagai ganti kemarin aku membantu ibu dan ganti uang sakuku yang kemarin. Ku kayuhkan sepedaku kencang agar tidak telat sampai sekolah. Melihat kelincahanku, hanya bisa membuat ayah dan ibuku tersenyum sinis. **** Sesampai di sekolah, hatiku merasa dongkol luar biasa. Yang ku temui bukanlah satpam, melainkan Hendra. Dengan lagak sombongnya diriku, ku parkirkan sepedaku, lalu ku lari kenceng menuju kelas. Namun naas, botol minumku terjatuh. Hendra mendekati botol minumku dan memberikannya kepadaku. Ku terima botol tersebut dan langsung lari menuju kelas tanpa sepatah kata terima kasih terucap untuknya dari bibirku (sadis). Sesampai di kelas, aku kira akulah yang pertama sampai di kelas, ternyata aku telat. Dan waktu aku bertemu Hendra tadi, ternyata dia bukan baru berangkat pula, tetapi baru mau berangkat tanding badminton di sirnas Banjarmasin. Aku tidak tahu, kalau hari ini anak-anak di suruh berangkat pagi untuk berdoa bersama mendoakan Hendra agar menang nanti ketika lomba tingkat nasional. Dalam catatan hidupku aku sudah banyak bersalah sama dia, aku tidak meminta maaf ketika aku menabraknya di balai des, aku tidak menoleh saat dia memanggilku, aku tidak membalas sms dari dia, dan aku tidak mengucapkan terima kasih ketika dia telah mengambilkan botol minumanku. Entah kenapa aku begitu benci melihatnya, padahal kedua orang tuaku tidak pernah mengajariku seperti ini. Kelas meeting pagi itu dimulai lagi. Seperti tahun-tahun sebelumnya aku selalu menjadi motor penggerak buat kelasku dan hari ini adalah hari berakhirnya kelas meeting bidang olahraga. Bersyukur kelas ku berhasil menjadi juara umum lomba olah raga antar kelas. Besok adalah kelas meeting pensi dan lomba memasak. Pak Rosimin, guru olahraga sekaligus wali kelas mengumpulkan anak-anak kelas VIII D. Dalam kelas kami membahas persiapan buat lomba besok. Eh malah ada yang nyalonin aku buat ikut lomba memasak sama baca puisi. “Eh siapa yang nyalonin aku jadi koki ma pembaca puisi, siap-siap aja yach kelas ini malu karena tidak dapat juara.” Timpalku dengan nada kesal. “Sudah-sudah jangan pada ribut, aku sudah siapkan buat lomba besok. Butet kamu tidak ikut lomba tersebut, tenang saja. Buat lomba masak aku percaya pada gangnya Feinya (geng centil yang suka ngemil)#maaf k’ ve author cuma pinjam nama k’ve doang, tapi k’ve tetep cantik kok, K’ Rama makin cinta dech, g kaya k’ owyx yang telah mencampakkan k’ve(lho author kok jadi ngelantur ngalor-ngidul, back to story)# berhubung kalian suka ngebahas masakan jadi aku percaya pada kalian. Untuk yang tidak terlibat lomba memasak aku pasrahi kalian ikut lomba drama dan musikalisasi puisi.” Lanjut Pak Rosimin. “Pak kalo harus menari dan baca puisi, aku tidak mau ikut mewakili, itu kelemahanku, kalo berkelahi okelah aku akan maju.” Jawabku. “Huuuuuuu .....” Seluruh kelas ramai menyoraki aku semua. “Butet, lomba pensi dan memasak besok, semua harus terlibat aktif, karena kita akan dinilai dari segi kekompakan, kreativitas dan keunikan masing-masing kelas. Lagian besok kita akan di shoot, kita akan didokumentasikan, dan yang menang akan ditampilkan saat perpisahan dengan kelas IX. Bapak sudah menyiapkan semua, tadi malam istri bapak juga sudah menyiapkan ini semua. Dalam drama musikalisasi kita akan mengusung tema arjuna dan srikandi Indonesia alias pahlawan di lapangan karpet hijau” Tegas Pak Rosimin. “Maksudnya pak?” tanya Nitya. “Maksudnya, kita khan mempunyai atlet badminton dan Indonesia sendiri namanya begitu harum di dunia dari cabang badminton, bukan dari cabang olah raga yang lain#lirik cabang olah raga sepak bola yang selalu keok saat final, padahal udah dianakemaskan tapi mana emas yg didapat? seagame aja kalah, padahal udah gembar-gembor. Bener menurut finalis “stand up comedy” olahraga sepakbola mah tidak fokus orang beli tiket 1 dapet 3 tiket sekaligus (sepakbola, tinju, n tae kwon do, bahkan gratis renang kalo hujan). Kalo bultang kan walau tidak banyak diminati, v selalu mempersembahkan tradisi emas saat olimpiade, bahkan menyabet gelar thomas cup terbanyak sebanyak 13x baru disusul china n malingsial(read malaysia)# makanya kita akan mengusung tema tersebut.” Jawab Pak Rosimin. “Tapi pak pelaksanaannya besok, apakah kita bisa??” timpal Pia. “Wah Pak Rosimin ini ada-ada saja, ngajak bercanda.” Jawab si Febe. “Ya sudah, hari ini dan besok Bapak yang traktir kalian makan. Ntar selesai makan, kita latihan. Sekarang Bapak yang membagi tugas kalian.” Tegas Pak Rosimin. Dari a-z Pak Harun menyebutkan tugas masing-masing siswa, nasibnya aku. Jadi Arjuna terlalu cantik, jadi Srikandi terlalu ganteng. Dalam drama aku bertugas sebagai Kurawa musuhnya Arjuna dan Srikandi. Masih bingung mikirin peran, Pak Rosimin menyuruhku membawakan puisi dan diiringi akustik. Ku coba melobi Pak Rosimin agar tidak dapat peran dua-duanya. Tapi Pak Rosimin kekeh dengan pendiriannya. Ishoma pun tiba, yang muslim pada menjalankan sholat dhuhur dan yang non latihan. “Pak, tega amat ya sama Butet, udah aku diforsir waktu olahraga, sekarang drama dan puisi aku lagi yang maju, lha mbok Firda, Linda, Bella khan mereka pintar baca puisi.” Sangkalku kepada wali kelasku yang Notabene PB Djarum #behhh itu kan Om Yopy Rosimin, maaf author kan terinspirasi gitu gara-gara mau diadakan Mabar with MKY oleh Om Yoppy# “Yana, aku lebih tahu, apa yang tidak kamu ketahui. Dan aku pun juga tahu kenapa kemarin kamu tidak masuk sekolah. Aku tahu bukan dari orang terdekatmu, melainkan dari.... pokoknya aku tahu permasalahanmu.” Jawab pak Rosimin (tanpa menyebutkan orang yang memberitahunya tentang aku). Ku coba memperjelas ucapan pak Rosimin tadi, tapi Pak Rosimin mengalihkan pembicaraan. Anak-anak yang muslim telah mengerjakan sholat semua, sekarang waktunya makan. Saat pak Rosimin menawariku makan, aku menolaknya, soalnya aku bawa bekal sendiri. Anak-anak makan di luar, aku makan nasi buatan ibuku di kelas sendirian. Teringat kejadian tadi pagi, rasanya pingin banting makanan yang aku makan. Ku berusaha cuek dan memfokuskan pada lomba besok. Namun bayangan itu kadang menggelayut di benakku. Setelah selesai makan, aku menelpon ibuku, berpamitan tidak bisa pulang sekolah karena harus latihan. Aku menyuruh ibuku mengirim baju buat ganti dan alat-alat mandi. Anak-anak berkumpul, latihan pun dimulai. Untung pikiran Pak Rosimin pintar, percakapannya direkam, jadi kita tinggal latihan gerakannya saja. Habis magrib kita gladi kotor persiapan pensi besok. Melihat aku berperan sebagai kurawa kak Nova dan kak Alvent tertawa ngakak. Setelah selesai latihan, aku berpamitan pulang ke rumah sebentar. Beruntung Pak Rosimin mengijinkan. Sesampai dirumah, aku diledekin sama Kak Alvent dan Kak Nova. Gempar dach keluargaku. Aku bergegas untuk mandi, sholat isya’, dan berangkat latihan lagi. Aku juga minta didoa’in kepada keuargaku mudah-mudahan pensiku berjalan lancar. Sesampai di skul aku ikut latihan lagi sebagai kurawa. Selesai latihan harus belajar main gitar, untung di rumah selalu main gitar dengan kak Candra jadi tidak begitu sulit. Kendala utama pensi besok adalah menghafal puisi. Latihan berakhir pukul 02.30 dini hari. Ku pejamkan mataku ini, tapi rasanya sulit banget. Aku masih teringat kejadian tadi pagi. **** Jam menunjukkan pukul 07.00, semua anak menyiapkan diri untuk latihan gladi bersih pensi. Kelas VIII D dapat jatah maju pada urutan kedua. Wajahku dihias menyeramkan. Mungkin inikah sifat kurawa?? Mungkin hatiku sekejam ini terhadap Hendra. Pikirku dalam hati. Dan giliran kelasku yang tampil. Ku undang kakak-kakakku menyaksikan aku. Selain di shoot oleh kameraman yang asli, kak Candra juga mengabadikannya. Semua mata terpesona akan ketampanan Arjuna dan Srikandi, tapi mereka justru lebih terpesona ketika aku tampil. Drama pun berlangsung hingga akhirnya Kurawa mati ditangan Arjuna dan Srikandi. Akhirnya Arjuna dan Srikandi hidup bahagia. Setelah adegan ku sebagai Kurawa selesai aku langsung ganti make up dan busana. Aku maju kedepan dan membacakan puisi yang berjudul “Untukmu pahlawanku Arjuna dan Srikandi Indonesia” semua orang larut dalam lantunan puisiku. Untukmu Pahlawanku, Arjuna dan Srikandi Indonesia Indonesia dung dung dung dung dung 2x Gempita, keras, suara ini memenuhi seisi stadion Indonesia dung dung dung dung dung 2x Suara para suporter fanatik yang diiringi tepokan balon Kompak dan penuh semangat... Memberi isyarat pendorong sang Arjuna dan Srikandi bertanding Mungkin hanya ini yang bisa dilakukan para suporter fanatik saat pahlawannya bertanding Memang benar ungakapan pepatah “Dalamnya samudra bisa diukur, dalamnya hati manusia siapa tahu” Bagi mereka yang bukan suporter fanatik mengira “Lebay amat sih lu, biasa adja kali, mereka yang tanding lu yang teriak” “Dasar ababil, gak penting tau?” Tapi sungguh, dari hati para suporter tiada henti-hentinya mereka mendoakan idolanya untuk menang Rasa cemas, was-was, dan terkadang emosi juga bergelayut dalam pikiran mereka Mereka takut jika pahlawan mereka tidak berhasil, Mereka kecewa kalo pahlawan mereka harus tumbang di hadapan musuh Tapi, namanya juga pertandingan Kalah menang hal biasa, yang penting mereka sudah memberi dukungan walau pemberian semangat lewat Indonesia dungdungdung, mungkin cukup mewakilinya walau dalam hati mereka terungkap kata, “semangat kak kalian pasti bisa” “semangat kak, ayo habisi musuhmu” Buat kakak-kakakku yang sedang bertanding di sana, Mungkin aku hanya mewakili berjuta-juta suporter Indonesia Semangat kak, jangan menyerah Aku yakin kakak pasti bisa memberikan yang terbaik buat negeri ini tercinta Rebut kembali, trofi-trofi yang dulu pernah singgah di bumi pertiwi ini Buat Srikandi dan Arjuna Indonesia, terima kasih Engkau telah mengharumkan nama bangsa ini Biarpun bangsa ini tercoreng oleh para koruptor Tapi bangsa ini tetap harum,lewat aksi tepok bulumu Lanjutkan tradisi emas lewat olimpiade, Biarkan thomas dan uber terus menguber-uber di negri ini Sedih, kecewa, kesal pernah kami alami ketika pahlawan kami kalah Tapi kami tahu, justru kalianlah lebih sedih menerima ini Tangis haru, bahagia dan senang membahana ketika bendera merah putih berkibar Hanya doa yang bisa kami berikan, semoga Indonesia berjaya lewat aksi tepok bulu kalian Hanya pemberian semangat yang suguhkan, kakak-kakaku aku yakin kalian pasti bisa Jayalah negeriku, jayalah Indonesia Jayalah Bulutangkis Indonesia Setelah selesai membacakan puisi, aku mengajak seluruh penonton yang menyaksikan menyanyikan lagu “Merah-Putih” Berkibarlah bendera negeriku berkibarlah engkau didadaku tunjukkanlah kepada dunia semangatmu yang panas membara Daku ingin jiwa raga ini selaras dan keanggunan Daku ingin jemariku ini menuliskan kharismamu Berkibarlah bendera negeriku berkibar di luas nuansaku tunjukkanlah kepada dunia ramah tamah budi bahasamu daku ingin kepal tangan ini menunaikan kewajiban putra bangsa yang mengemban citra hidup dalam kesatuan...... hahahahahahaha haaa........bendera merah putih berkibarlah selalu bendera negeriku menghiasi langit biru oh Indonesiaku dan tunjukkan dirimu kepada dunia dan torehkan warnamu didalam dada berkibar bendera negerikuku berkibarlah engkau didadaku tunjukanlah kepada dunia semangatmu yang panas membara Song: “Merah-Putih” By: All artis Musica Studio (sponsor) begitu aku mengajak teman-teman menyanyi lagu “Merah-Putih” pak Rosimin kaget karena ini tidak ada dalam skenario. Begitu selesai menyanyi, tepuk tangan membanjiri kelompok kelas VIII D. Semua kakak-kakakku (kak Nova, kak Candra, Kak Alvent, dan Kak Richard) pada naik ke atas panggung memeluk aku. Mereka bangga mempunyai adik sepertiku. Keesokan harinya, kebahagian keluargaku lengkap setelah mengetahui kelasku jadi juara umum kelas meeting. Dan tentunya nilai hasil semesteranku bagus-bagus. Aku memperoleh peringkat 2 setelah Firda yang berada peringkat pertama. **** Satu semester berlalu. Kini saat perpisahan dengan kelas IX berlangsung. Aku menjadi panitia. Kesibukanku bertambah, harus menyiapkan acara perpisahan dan pentas seni. Karena kemarin berhasil menjuarai lomba pensi antar kelas. Acara pensi kelas VIII D berlangsung lancar, setelah selesai jadi Kurawa aku langsung ganti kostum dan make-up. Mungkin ini yang pertama kalinya aku berkostum wanita sejati rambutku di ikat dan memakai bandana, aku di hias bak seorang puteri turun dari surga #red:gerobak kali ye. Semua orang tidak mengira kalau itu aku. Ku alunkan gitarku, ku bacakan puisiku. Saat pembacaan puisi berakhir ku membuat sensasi baru. Ku panggil nama Hendra Setiawam untuk naik ke atas panggung, semua orang pada bingung, bahkan para tamu undangan. Setelah Hendra naik panggung, hatiku berdegup kencang. Ku bacakan puisi karya ku sendiri teruntuk Hendra. Puisi tersebut berisi permohonan maafku yang selama ini telah mengucilkannya. Izinkan aku minta maaf padamu Mungkin aku terlalu naif untuk mengakui semua ini Dulu aku begitu angkuh dan begitu egois Aku tahu kau begitu baik padaku Tapi kebaikanmu, tak pernah aku rasakan Justru kebaikanmu, justru menambah kebencianku Setiap kamu berbaik hati padaku, muncul pulalah egoku membencimu Setiap kau memanggil namaku, semakin hati ini ingin menghukummu Tapi, aku telah sadar Aku telah salah menilaimu selama ini Aku tahu kebaikanmu tulus dan tidak mengharapkan balasan Kakak, maafkan aku selama ini Aku begitu angkuh, aku tidak pernah menilai arti keberadaanmu selama ini Kakak maafkan aku selama ini, aku tidak akan mengulanginya lagi Saat pembacaan puisiku yang terakhir ku beri kakak sebuah bunga sambil ku berlutut di hadapannya. Semua orang antusias memperhatikan dengan seksama. Tepuk tangan pun membanjiri ruangan audit ketika Hendra menerima bunga yang aku berikan. Tepuk tangan belum berhenti, Hendra membalas puisiku “Lily maafkan Kak Hendra ya” (korban iklan Xl). Sejak kejadian ini aku dan Hendra semakin akrab. Keakraban kami semakin bertambah, ketika kak Alvent mengajak Hendra bermain ke rumah. Hendra baru tahu kalau selama ini aku adiknya kak Alvent. Namun, keakraban kami harus terputus ketika Hendra terpilih menjadi Atlet Pelatnas PB PBSI Cipayung. ******** Sebelum berangkat ke Jakarta, Hendra sempat main ke rumahku, dia berpamitan kepada kak Alvent dan aku. Haru biru mewarnai perpisahan aku dan Hendra. Sejak saat itu, aku menganggap Ahsan sebagai kakak ku sendiri. Pesan terakhir ketika kak Hendra meninggalkan aku adalah suatu saat akan menemui aku, jika aku sudah menjadi wanita sejati dan tidak tomboy lagi. Sejak saat itu aku merubah kelakuanku dan penampilanku. Semua teman-temanku juga merasa senang dengan perubahan penampilanku. Setelah lulus dari SMP Tunas Bangsa aku Izin sama orang tuaku untuk skolah di Pondok Modern. Ayahku menolaknya, sebenarnya ayah setuju aku sekolah di pondok modern, tapi ayah takut aku tidak bisa mengikuti pelajarannya karena dari kecil aku sekolah di sekolah nasional tanpa basic agama. Jadi ayahku takut aku tinggalan materi pelajaran tentang agama, walaupun dari kecil aku dididik dan dibekali dengan ilmu agama. **** 10 tahun berlalu Kini aku sudah memperoleh gelar magister pendidikan(amiinnn, ngarep dan mudah-mudahan terwujud). Sedangkan Hendra telah menjadi atlet badminton ranking 12 BWF (Badminton World Federation/federasi bulu tangkis dunia) yang berpasangan dengan Markis Kido #padahal tahun 2008 sempat menduduki rank 1st. Hari-hari ku gunakan untuk mengajar anak-anak di skul dan sore hari ku gunakan untuk mengajari anak-anak yang kurang mampu (mudah-mudahan terwujud). Setiap hari minggu aku dan anak-anak bermain badminton kadang di selingi voli. Hari itu adalah hari yang sangat spesial, setiba dari mengajar anak-anak jalanan. Semua anggota keluargaku berkumpul. Capek-capek habis kerja di suguhi dengan hiburan celotehan keponakan-keponakanku. Aku langsung masuk kamar mau ganti baju. Aku histeris ketika membuka pintu, keluar sosok Hendra. Ku peluk erat-erat kak Hendra. Tiba-tiba semua keluarga besarnya datang untuk melamarku. Kebahagian itu semakin berlipat ganda, dengan malu-malu aku terima lamaran Hendra. Akhirnya Hendra Setiawan dan Liliyana Natsir hidup berdampingan sampai ajal menjemputnya. Liliyana mendirikan yayasan khusus anak-anak kurang mampu, sedangkan Hendra mendirikan training badminton center. Mereka hidup bahagia sampai ajal memisahka mereka.

You Might Also Like

0 komentar